Minggu, 18 April 2010

GENESA BATUBARA


Batubara adalah batuan sediment (.padatan ) yang dapat terbakar, berasal dari tumbuhan, yang pada kondisi tertentu tidak mengalami proses pembusukan dan penghancuran yang sempurna karena aktivitas bakteri anaerob, berwarna coklat sampai hitam yang sejak pengendapannya terkena proses fisika dan kimia, yang mana mengakibatkan pengayaan kandungan karbon.

Proses pembentukan batubara dari tumbuhan melalui dua tahap, yaitu :
1. Tahap pembentukan gambut (peat) dari tumbuhan yang disebut proses peatification
Gambut adalah batuan sediment organic yang dapat terbakar yang berasal dari tumpukan hancuran atau bagian dari tumbuhan yang terhumifikasi dan dalam keadaan tertutup udara ( dibawah air ), tidak padat, kandungan air lebih dari 75 %, dan kandungan mineral lebih kecil dari 50% dalam kondisi kering.

2. Tahap pembentukan batubara dari gambut yang disebut proses coalification
Lapisan gambut yang terbentuk kemudian ditutupi oleh suatu lapisan sediment, maka lapisan gambut tersebut mengalami tekanan dari lapisan sediment di atasnya. Tekanan yang meningkatakan mengakibatkan peningkatan temperature. Disamping itu temperature juga akan meningkat dengan bertambahnya kedalaman, disebut gradient geotermik. Kenaikan temperature dan tekanan dapat juga disebabkan oleh aktivitas magma, proses pembentukan gunung api serta aktivitas tektonik lainnya.
Peningkatan tekanan dan temperature pada lapisan gambut akan mengkonversi gambut menjadi batubara dimana terjadi proses pengurangan kandungan air, pelepasan gas gas ( CO2, H2O, CO, CH4 ), penigkatan kepadatan dan kekerasan serta peningkatan nilai kalor.
Komposisi batubara terdiri dari unsur C, H, O, N, S, P, dan unsur unsur lain (air, gas, abu)
Secara Horisontal maupun Vertikal endapan batubara bersifat heterogen.Perbedaan secara horisontal disebabkan oleh:
-Perbedaan kondisi lapisan tanah penutup
-Mineral pengotor yang dibawa oleh sedimen rawa.
Perbedaann vertical terajdi karena:
Pengendapan berkali2, endapan yang paling bawah yang paling tua dengan kualitas terbaik.
Teori berdasarkan Tempat terbentuknya
Teori Insitu :
Bahan2 pembentuk lapisan batubara terbentuk ditempat dimana tumbuh2an asal itu berada. Dengan demikian setelah tumb mati, belum mengalami proses transportasi segera tertutup oleh lapisan sedimen dan mengalami proses coalification.
Ciri :
-Penyebaran luas dan merata
-Kualitas lebih baik
Cth : Muara Enim
Teori Drift:
Bahan2 pembtk lapisan batubara terjadi ditempat yang berbeda dengan tempat tumbuhan semula hidup dan berkembang. Dengan demikian tumbuhan yang telah mati mengalami transportasi oleh media air dan terakumulasi disuatu tempat, tertutup oleh lapisan sedimen dan mengalami coalification.
Ciri :
-Penyebaran tdk luas ttp banyak
-kualitas kurang baik (mengandung psr pengotor).
Cth : pengendapan delta di aliran sungai mahakam.
Reaksi Pembentukan BB
5(C6H10O5) à C20H22O4 + 3CH4 + 8H2O +6CO2 + CO
Cellulosa Lignit gas metan
5(C6H10O5)à C20H22O4 + 3CH4 + 8H2O +6CO2 + CO
Cellulosa bitumine gas metan
Bentuk Lapisan2 Batubara
Berdasarakan lapisan batubata dibagi menjadi 2:
-Plies (lapisan utuh)
-Split (terdapat 2 lapisan atau lebih)
Pada awal pembentukan gambut sebagian besar perlapisan mendatar (tergantung dr topografi cekungan pengendapannya).
Setelah bekerja gaya geologi akan terdapat bermacam2 bentuk perlapisan Batubara.
1. Horse Back (tjd post depositional)
2. Pinch (tjd post depositional)
3. Burriea Hill ( tjd krn adanya intrusi magma)
4. Fault (patahan)
Patahan bukan hanya tjd krn gempa namun juga bisa krn lap dibawahnya adl psr yg dlm keadaan jenuh bisa berpindah.
5. Lipatan

Batubara
Batubara adalah batuan yang mudah terbakar yang lebih dari 50% -70% berat volumenya merupakan bahan organik yang merupakan material karbonan termasuk inherent moisture. Bahan organik utamanya yaitu tumbuhan yang dapat berupa jejak kulit pohon, daun, akar, struktur kayu, spora, polen, damar, dan lain-lain. Selanjutnya bahan organik tersebut mengalami berbagai tingkat pembusukan (dekomposisi) sehingga menyebabkan perubahan sifat-sifat fisik maupun kimia baik sebelum ataupun sesudah tertutup oleh endapan lainnya.
Proses pembentukan batubara terdiri dari dua tahap yaitu tahap biokimia (penggambutan) dan tahap geokimia (pembatubaraan).
peatification coalification
Endapan organik Gambut Batubara
Biokimia geokimia
Tahap penggambutan (peatification) adalah tahap dimana sisa-sisa tumbuhan yang terakumulasi tersimpan dalam kondisi reduksi di daerah rawa dengan sistem pengeringan yang buruk dan selalu tergenang air pada kedalaman 0,5 – 10 meter. Material tumbuhan yang busuk ini melepaskan H, N, O, dan C dalam bentuk senyawa CO2, H2O, dan NH3 untuk menjadi humus. Selanjutnya oleh bakteri anaerobik dan fungi diubah menjadi gambut (Stach, 1982, op cit Susilawati 1992).
Tahap pembatubaraan (coalification) merupakan gabungan proses biologi, kimia, dan fisika yang terjadi karena pengaruh pembebanan dari sedimen yang menutupinya, temperatur, tekanan, dan waktu terhadap komponen organik dari gambut (Stach, 1982, op cit Susilawati 1992). Pada tahap ini prosentase karbon akan meningkat, sedangkan prosentase hidrogen dan oksigen akan berkurang (Fischer, 1927, op cit Susilawati 1992). Proses ini akan menghasilkan batubara dalam berbagai tingkat kematangan material organiknya mulai dari lignit, sub bituminus, bituminus, semi antrasit, antrasit, hingga meta antrasit.
Lingkungan Pengendapan Batubara
Batubara merupakan hasil dari akumulasi tumbuh-tumbuhan pada kondisi lingkungan pengendapan tertentu. Akumulasi tersebut telah dikenai pengaruh-pengaruh synsedimentary dan post-sedimentary. Akibat pengaruh-pengaruh tersebut dihasilkanlah batubara dengan tingkat (rank) dan kerumitan struktur yang bervariasi.

Lingkungan pengendapan batubara dapat mengontrol penyebaran lateral, ketebalan, komposisi, dan kualitas batubara. Untuk pembentukan suatu endapan yag berarti diperlukan suatu susunan pengendapan dimana terjadi produktifitas organik tinggi dan penimbunan secara perlahan-lahan namun terus menerus terjadi dalam kondisi reduksi tinggi dimana terdapat sirukulasi air yang cepat sehingga oksigen tidak ada dan zat organik dapat terawetkan. Kondisi demikian dapat terjadi diantaranya di lingkungan paralik (pantai) dan limnik (rawa-rawa).

Menurut Diessel (1984, op cit Susilawati ,1992) lebih dari 90% batubara di dunia terbentuk di lingkungan paralik yaitu rawa-rawa yang berdekatan dengan pantai. Daerah seperti ini dapat dijumpai di dataran pantai, lagunal, deltaik, atau juga fluviatil.

Diessel (1992) mengemukakan terdapat 6 lingkungan pengendapan utama pembentuk batubara (Tabel 2.1) yaitu gravelly braid plain, sandy braid plain, alluvial valley and upper delta plain, lower delta plain, backbarrier strand plain, dan estuary. Tiap lingkungan pengendapan mempunyai asosiasi dan menghasilkan karakter batubara yang berbeda.

Tabel 2.1
Lingkungan Pengendapan Pembentuk Batubara
(Diesel, 1992)
Environment Subenvironment Coal Characteristics
Gravelly braid plain Bars, channel, overbank plains, swamps, raised bogs mainly dull coals, medium to low TPI, low GI, low sulphur
Sandy braid plain Bars, channel, overbank plains, swamp, raised bogs, mainly dull coals, medium to high TPI, low to medium GI, low sulphur
Alluvial valley and upper delta plain channels, point bars, floodplains and basins, swamp, fens, raised bogs mainly bright coals, high TPI, medium to high GI, low sulphur
Lower delta plain Delta front, mouth bar, splays, channel, swamps, fans and marshes mainly bright coals, low to medium TPI, high to very high GI, high sulphur
Backbarrier strand plain Off-, near-, and backshore, tidal inlets, lagoons, fens, swamp, and marshes transgressive : mainly bright coals, medium TPI, high GI, high sulphur
regressive : mainly dull coals, low TPI and GI, low sulphur
Estuary channels, tidal flats, fens and marshes mainly bright coal with high GI and medium TPI

Proses pengendapan batubara pada umunya berasosiasi dengan lingkungan fluvial flood plain dan delta plain. Akumulasi dari endapan sungai (fluvial) di daerah pantai akan membentuk delta dengan mekanisme pengendapan progradasi (Allen & Chambers, 1998).

Lingkungan delta plain merupakan bagian dari kompleks pengendapan delta yang terletak di atas permukaan laut (subaerial). Fasies-fasies yang berkembang di lingkungan delta plain ialah endapan channel, levee, crevase, splay, flood plain, dan swamp. Masing-masing endapan tersebut dapat diketahui dari litologi dan struktur sedimen.

Endapan channel dicirikan oleh batupasir dengan struktur sedimen cross bedding, graded bedding, paralel lamination, dan cross lamination yang berupa laminasi karbonan. Kontak di bagian bawah berupa kontak erosional dan terdapat bagian deposit yang berupa fragmen-fragmen batubara dan plagioklas. Secara lateral endapan channel akan berubah secara berangsur menjadi endapan flood plain. Di antara channel dengan flood plain terdapat tanggul alam (natural levee) yang terbentuk ketika muatan sedimen melimpah dari channel. Endapan levee yang dicirikan oleh laminasi batupasir halus dan batulanau dengan struktur sedimen ripple lamination dan paralel lamination.

Pada saat terjadi banjir, channel utama akan memotong natural levee dan membentuk crevase play. Endapan crevase play dicirikan oleh batupasir halus – sedang dengan struktur sedimen cross bedding, ripple lamination, dan bioturbasi. Laminasi batupasir, batulanau, dan batulempung juga umum ditemukan. Ukuran butir berkurang semakin jauh dari channel utamanya dan umumnya memperlihatkan pola mengasar ke atas.

Endapan crevase play berubah secara berangsur ke arah lateral menjadi endapan flood plain. Endapan flood plain merupakan sedimen klastik halus yang diendapkan secara suspensi dari air limpahan banjir. Endapan flood plain dicirikan oleh batulanau, batulempung, dan batubara berlapis.

Endapan swamp merupakan jenis endapan yang paling banyak membawa batubara karena lingkungan pengendapannya yang terendam oleh air dimana lingkungan seperti ini sangat cocok untuk akumulasi gambut.

Tumbuhan pada sub-lingkungan upper delta plain akan didominasi oleh pohon-pohon keras dan akan menghasilkan batubara yang blocky. Sedangkan tumbuhan pada lower delta plai didominasi oleh tumbuhan nipah-nipah pohon yang menghasilkan batubara berlapis (Allen, 1985).

Batubara secara umum
Umur Batubara
Pembentukan batubara memerlukan kondisi-kondisi tertentu dan hanya terjadi pada era-era tertentu sepanjang sejarah geologi. Zaman Karbon, kira-kira 340 juta tahun yang lalu (jtl), adalah masa pembentukan batubara yang paling produktif dimana hampir seluruh deposit batubara (black coal) yang ekonomis di belahan bumi bagian utara terbentuk.
Pada Zaman Permian, kira-kira 270 jtl, juga terbentuk endapan-endapan batubara yang ekonomis di belahan bumi bagian selatan, seperti Australia, dan berlangsung terus hingga ke Zaman Tersier (70 - 13 jtl) di pelbagai belahan bumi lain.
Materi Pembentuk Batubara
Hampir seluruh pembentuk batubara berasal dari tumbuhan. Jenis-jenis tumbuhan pembentuk batubara dan umurnya menurut Diessel (1981) adalah sebagai berikut:
• Alga, dari Zaman Pre-kambrium hingga Ordovisium dan bersel tunggal. Sangat sedikit endapan batubara dari perioda ini.
• Silofita, dari Zaman Silur hingga Devon Tengah, merupakan turunan dari alga. Sedikit endapan batubara dari perioda ini.
• Pteridofita, umur Devon Atas hingga KArbon Atas. Materi utama pembentuk batubara berumur Karbon di Eropa dan Amerika Utara. Tetumbuhan tanpa bunga dan biji, berkembang biak dengan spora dan tumbuh di iklim hangat.
• Gimnospermae, kurun waktu mulai dari Zaman Permian hingga Kapur Tengah. Tumbuhan heteroseksual, biji terbungkus dalam buah, semisal pinus, mengandung kadar getah (resin) tinggi. Jenis Pteridospermae seperti gangamopteris dan glossopteris adalah penyusun utama batubara Permian seperti di Australia, India dan Afrika.
• Angiospermae, dari Zaman Kapur Atas hingga kini. Jenis tumbuhan modern, buah yang menutupi biji, jantan dan betina dalam satu bunga, kurang bergetah dibanding gimnospermae sehingga, secara umum, kurang dapat terawetkan.

Kelas dan Jenis Batubara
Berdasarkan tingkat proses pembentukannya yang dikontrol oleh tekanan, panas dan waktu, batubara umumnya dibagi dalam lima kelas: antrasit, bituminus, sub-bituminus, lignit dan gambut.
• Antrasit adalah kelas batubara tertinggi, dengan warna hitam berkilauan (luster) metalik, mengandung antara 86% - 98% unsur karbon (C) dengan kadar air kurang dari 8%.
• Bituminus mengandung 68 - 86% unsur karbon (C) dan berkadar air 8-10% dari beratnya. Kelas batubara yang paling banyak ditambang di Australia.
• Sub-bituminus mengandung sedikit karbon dan banyak air, dan oleh karenanya menjadi sumber panas yang kurang efisien dibandingkan dengan bituminus.
• Lignit atau batubara coklat adalah batubara yang sangat lunak yang mengandung air 35-75% dari beratnya.
• Gambut, berpori dan memiliki kadar air di atas 75% serta nilai kalori yang paling rendah.
Pembentukan Batubara
Proses perubahan sisa-sisa tanaman menjadi gambut hingga batubara disebut dengan istilah pembatubaraan (coalification). Secara ringkas ada 2 tahap proses yang terjadi, yakni:
• Tahap Diagenetik atau Biokimia, dimulai pada saat material tanaman terdeposisi hingga lignit terbentuk. Agen utama yang berperan dalam proses perubahan ini adalah kadar air, tingkat oksidasi dan gangguan biologis yang dapat menyebabkan proses pembusukan (dekomposisi) dan kompaksi material organik serta membentuk gambut.
• Tahap Malihan atau Geokimia, meliputi proses perubahan dari lignit menjadi bituminus dan akhirnya antrasit.

Batubara di Indonesia
Di Indonesia, endapan batubara yang bernilai ekonomis terdapat di cekungan Tersier, yang terletak di bagian barat Paparan Sunda (termasuk Pulau Sumatera dan Kalimantan), pada umumnya endapan batubara ekonomis tersebut dapat dikelompokkan sebagai batubara berumur Eosen atau sekitar Tersier Bawah, kira-kira 45 juta tahun yang lalu dan Miosen atau sekitar Tersier Atas, kira-kira 20 juta tahun yang lalu menurut Skala waktu geologi.
Batubara ini terbentuk dari endapan gambut pada iklim purba sekitar khatulistiwa yang mirip dengan kondisi kini. Beberapa diantaranya tegolong kubah gambut yang terbentuk di atas muka air tanah rata-rata pada iklim basah sepanjang tahun. Dengan kata lain, kubah gambut ini terbentuk pada kondisi dimana mineral-mineral anorganik yang terbawa air dapat masuk ke dalam sistem dan membentuk lapisan batubara yang berkadar abu dan sulfur rendah dan menebal secara lokal. Hal ini sangat umum dijumpai pada batubara Miosen. Sebaliknya, endapan batubara Eosen umumnya lebih tipis, berkadar abu dan sulfur tinggi. Kedua umur endapan batubara ini terbentuk pada lingkungan lakustrin, dataran pantai atau delta, mirip dengan daerah pembentukan gambut yang terjadi saat ini di daerah timur Sumatera dan sebagian besar Kalimantan.[1]
Endapan Batubara Eosen
Endapan ini terbentuk pada tatanan tektonik ekstensional yang dimulai sekitar Tersier Bawah atau Paleogen pada cekungan-cekungan sedimen di Sumatera dan Kalimantan.
Ekstensi berumur Eosen ini terjadi sepanjang tepian Paparan Sunda, dari sebelah barat Sulawesi, Kalimantan bagian timur, Laut Jawa hingga Sumatera. Dari batuan sedimen yang pernah ditemukan dapat diketahui bahwa pengendapan berlangsung mulai terjadi pada Eosen Tengah. Pemekaran Tersier Bawah yang terjadi pada Paparan Sunda ini ditafsirkan berada pada tatanan busur dalam, yang disebabkan terutama oleh gerak penunjaman Lempeng Indo-Australia.[2] Lingkungan pengendapan mula-mula pada saat Paleogen itu non-marin, terutama fluviatil, kipas aluvial dan endapan danau yang dangkal.
Di Kalimantan bagian tenggara, pengendapan batubara terjadi sekitar Eosen Tengah - Atas namun di Sumatera umurnya lebih muda, yakni Eosen Atas hingga Oligosen Bawah. Di Sumatera bagian tengah, endapan fluvial yang terjadi pada fasa awal kemudian ditutupi oleh endapan danau (non-marin).[2] Berbeda dengan yang terjadi di Kalimantan bagian tenggara dimana endapan fluvial kemudian ditutupi oleh lapisan batubara yang terjadi pada dataran pantai yang kemudian ditutupi di atasnya secara transgresif oleh sedimen marin berumur Eosen Atas.[3]
Endapan batubara Eosen yang telah umum dikenal terjadi pada cekungan berikut: Pasir dan Asam-asam (Kalimantan Selatan dan Timur), Barito (Kalimantan Selatan), Kutai Atas (Kalimantan Tengah dan Timur), Melawi dan Ketungau (Kalimantan Barat), Tarakan (Kalimantan Timur), Ombilin (Sumatera Barat) dan Sumatera Tengah (Riau).
Dibawah ini adalah kualitas rata-rata dari beberapa endapan batubara Eosen di Indonesia.
Tambang Cekungan Perusahaan Kadar air total (%ar) Kadar air inheren (%ad) Kadar abu (%ad) Zat terbang (%ad) Belerang (%ad) Nilai energi (kkal/kg)(ad)
Satui Asam-asam PT Arutmin Indonesia 10.00 7.00 8.00 41.50 0.80 6800
Senakin Pasir PT Arutmin Indonesia 9.00 4.00 15.00 39.50 0.70 6400
Petangis Pasir PT BHP Kendilo Coal 11.00 4.40 12.00 40.50 0.80 6700
Ombilin Ombilin PT Bukit Asam 12.00 6.50 <8.00 36.50 0.50 - 0.60 6900
Parambahan Ombilin PT Allied Indo Coal 4.00 - 10.00 (ar) 37.30 (ar) 0.50 (ar) 6900 (ar)
(ar) - as received, (ad) - air dried, Sumber: Indonesian Coal Mining Association, 1998

Endapan Batubara Miosen
Pada Miosen Awal, pemekaran regional Tersier Bawah - Tengah pada Paparan Sunda telah berakhir. Pada Kala Oligosen hingga Awal Miosen ini terjadi transgresi marin pada kawasan yang luas dimana terendapkan sedimen marin klastik yang tebal dan perselingan sekuen batugamping. Pengangkatan dan kompresi adalah kenampakan yang umum pada tektonik Neogen di Kalimantan maupun Sumatera. Endapan batubara Miosen yang ekonomis terutama terdapat di Cekungan Kutai bagian bawah (Kalimantan Timur), Cekungan Barito (Kalimantan Selatan) dan Cekungan Sumatera bagian selatan. Batubara Miosen juga secara ekonomis ditambang di Cekungan Bengkulu.
Batubara ini umumnya terdeposisi pada lingkungan fluvial, delta dan dataran pantai yang mirip dengan daerah pembentukan gambut saat ini di Sumatera bagian timur. Ciri utama lainnya adalah kadar abu dan belerang yang rendah. Namun kebanyakan sumberdaya batubara Miosen ini tergolong sub-bituminus atau lignit sehingga kurang ekonomis kecuali jika sangat tebal (PT Adaro) atau lokasi geografisnya menguntungkan. Namun batubara Miosen di beberapa lokasi juga tergolong kelas yang tinggi seperti pada Cebakan Pinang dan Prima (PT KPC), endapan batubara di sekitar hilir Sungai Mahakam, Kalimantan Timur dan beberapa lokasi di dekat Tanjungenim, Cekungan Sumatera bagian selatan.
Tabel dibawah ini menunjukan kualitas rata-rata dari beberapa endapan batubara Miosen di Indonesia.

Tambang Cekungan Perusahaan Kadar air total (%ar) Kadar air inheren (%ad) Kadar abu (%ad) Zat terbang (%ad) Belerang (%ad) Nilai energi (kkal/kg)(ad)
Prima Kutai PT Kaltim Prima Coal 9.00 - 4.00 39.00 0.50 6800 (ar)
Pinang Kutai PT Kaltim Prima Coal 13.00 - 7.00 37.50 0.40 6200 (ar)
Roto South Pasir PT Kideco Jaya Agung 24.00 - 3.00 40.00 0.20 5200 (ar)
Binungan Tarakan PT Berau Coal 18.00 14.00 4.20 40.10 0.50 6100 (ad)
Lati Tarakan PT Berau Coal 24.60 16.00 4.30 37.80 0.90 5800 (ad)
Air Laya Sumatera bagian selatan PT Bukit Asam 24.00 - 5.30 34.60 0.49 5300 (ad)
Paringin Barito PT Adaro 24.00 18.00 4.00 40.00 0.10 5950 (ad)
(ar) - as received, (ad) - air dried, Sumber: Indonesian Coal Mining Association, 1998

Sumberdaya Batubara
Potensi sumberdaya batubara di Indonesia sangat melimpah, terutama di Pulau Kalimantan dan Pulau Sumatera, sedangkan di daerah lainnya dapat dijumpai batubara walaupun dalam jumlah kecil dan belum dapat ditentukan keekonomisannya, seperti di Jawa Barat, Jawa Tengah, Papua, dan Sulawesi.
Di Indonesia, batubara merupakan bahan bakar utama selain solar (diesel fuel) yang telah umum digunakan pada banyak industri, dari segi ekonomis batubara jauh lebih hemat dibandingkan solar, dengan perbandingan sebagai berikut: Solar Rp 0,74/kilokalori sedangkan batubara hanya Rp 0,09/kilokalori, (berdasarkan harga solar industri Rp. 6.200/liter).
Dari segi kuantitas batubara termasuk cadangan energi fosil terpenting bagi Indonesia. Jumlahnya sangat berlimpah, mencapai puluhan milyar ton. Jumlah ini sebenarnya cukup untuk memasok kebutuhan energi listrik hingga ratusan tahun ke depan. Sayangnya, Indonesia tidak mungkin membakar habis batubara dan mengubahnya menjadi energis listrik melalui PLTU. Selain mengotori lingkungan melalui polutan CO2, SO2, NOx dan CxHy cara ini dinilai kurang efisien dan kurang memberi nilai tambah tinggi.
Batubara sebaiknya tidak langsung dibakar, akan lebih bermakna dan efisien jika dikonversi menjadi migas sintetis, atau bahan petrokimia lain yang bernilai ekonomi tinggi. Dua cara yang dipertimbangkan dalam hal ini adalah likuifikasi (pencairan) dan gasifikasi (penyubliman) batubara.
Membakar batubara secara langsung (direct burning) telah dikembangkan teknologinya secara continue, yang bertujuan untuk mencapai efisiensi pembakaran yang maksimum, cara-cara pembakaran langsung seperti: fixed grate, chain grate, fluidized bed, pulverized, dan lain-lain, masing-masing mempunyai kelebihan dan kelemahannya.

Gasifikasi Batubara
Coal gasification adalah sebuah proses untuk merubah batubara padat menjadi gas batu bara yang mudah terbakar (combustible gases), setelah proses pemurnian gas-gas ini CO (karbon monoksida), karbon dioksida (CO2), hidrogen (H), metan (CH4), dan nitrogen (N2) – dapat digunakan sebagai bahan bakar. hanya menggunakan udara dan uap air sebagai reacting-gas kemudian menghasilkan water gas atau coal gas, gasifikasi secara nyata mempunyai tingkat emisi udara, kotoran padat dan limbah terendah.
Tetapi, batubara bukanlah bahan bakar yang sempurna. Terikat didalamnya adalah sulfur dan nitrogen, bila batubara ini terbakar kotoran-kotoran ini akan dilepaskan ke udara, bila mengapung di udara zat kimia ini dapat menggabung dengan uap air (seperti contoh kabut) dan tetesan yang jatuh ke tanah seburuk bentuk asam sulfurik dan nitrit, disebut sebagai "hujan asam" “acid rain”. Disini juga ada noda mineral kecil, termasuk kotoran yang umum tercampur dengan batubara, partikel kecil ini tidak terbakar dan membuat debu yang tertinggal di coal combustor, beberapa partikel kecil ini juga tertangkap di putaran combustion gases bersama dengan uap air, dari asap yang keluar dari cerobong beberapa partikel kecil ini adalah sangat kecil setara dengan rambut manusia.
Bagaimana membuat batubara bersih
Ada beberapa cara. Contoh sulfur, sulfur adalah zat kimia kekuningan yang ada sedikit di batubara, pada beberapa batubara yang ditemukan di Ohio, Pennsylvania, West Virginia dan eastern states lainnya, sulfur terdiri dari 3 sampai 10 % dari berat batu bara, beberapa batu bara yang ditemukan di Wyoming, Montana dan negara-negara bagian sebelah barat lainnya sulfur hanya sekitar 1/100ths (lebih kecil dari 1%) dari berat batubara. Penting bahwa sebagian besar sulfur ini dibuang sbelum mencapai cerobong asap.
Satu cara untuk membersihkan batubara adalah dengan cara mudah memecah batubara ke bongkahan yang lebih kecil dan mencucinya. Beberapa sulfur yang ada sebagai bintik kecil di batu bara disebut sebagai "pyritic sulfur " karena ini dikombinasikan dengan besi menjadi bentuk iron pyrite, selain itu dikenal sebagai "fool's gold” dapat dipisahkan dari batubara. Secara khusus pada proses satu kali, bongkahan batubara dimasukkan ke dalam tangki besar yang terisi air , batubara mengambang ke permukaan ketika kotoran sulfur tenggelam. Fasilitas pencucian ini dinamakan "coal preparation plants" yang membersihkan batubara dari pengotor-pengotornya.
Tidak semua sulfur bisa dibersihkan dengan cara ini, bagaimanapun sulfur pada batubara adalah secara kimia benar-benar terikat dengan molekul karbonnya, tipe sulfur ini disebut "organic sulfur," dan pencucian tak akan menghilangkannya. Beberapa proses telah dicoba untuk mencampur batubara dengan bahan kimia yang membebaskan sulfur pergi dari molekul batubara, tetapi kebanyakan proses ini sudah terbukti terlalu mahal, ilmuan masih bekerja untuk mengurangi biaya dari prose pencucian kimia ini.
Kebanyakan pembangkit tenaga listrik modern dan semua fasilitas yang dibangun setelah 1978 — telah diwajibkan untuk mempunyai alat khusus yang dipasang untuk membuang sulfur dari gas hasil pembakaran batubara sebelum gas ini naik menuju cerobong asap. Alat ini sebenarnya adalah "flue gas desulfurization units," tetapi banyak orang menyebutnya "scrubbers" — karena mereka men-scrub (menggosok) sulfur keluar dari asap yang dikeluarkan oleh tungku pembakar batubara.
Membuang NOx dari batubara
Nitrogen secara umum adalah bagian yang besar dari pada udara yang dihirup, pada kenyataannya 80% dari udara adalah nitrogen, secara normal atom-atom nitrogen mengambang terikat satu sama lainnya seperti pasangan kimia, tetapi ketika udara dipanaskan seperti pada nyala api boiler (3000 F=1648 C), atom nitrogen ini terpecah dan terikat dengan oksigen, bentuk ini sebagai nitrogen oksida atau kadang kala itu disebut sebagai NOx. NOx juga dapat dibentuk dari atom nitrogen yang terjebak didalam batubara.
Di udara, NOx adalah polutan yang dapat menyebabkan kabut coklat yang kabur yang kadang kala terlihat di seputar kota besar, juga sebagai polusi yang membentuk “acid rain” (hujan asam), dan dapat membantu terbentuknya sesuatu yang disebut “ground level ozone”, tipe lain dari pada polusi yang dapat membuat kotornya udara.
Salah satu cara terbaik untuk mengurangi NOx adalah menghindari dari bentukan asalnya, beberapa cara telah ditemukan untuk membakar barubara di pemabakar dimana ada lebih banyak bahan bakar dari pada udara di ruang pembakaran yang terpanas. Di bawah kondisi ini kebanyakan oksigen terkombinasikan dengan bahan bakar daripada dengan nitrogen. Campuran pembakaran kemudian dikirim ke ruang pembakaran yang kedua dimana terdapat proses yang mirip berulang-ulang sampai semua bahan bakar habis terbakar. Konsep ini disebut "staged combustion" karena batubara dibakar secara bertahap. Kadang disebut juga sebagai "low-NOx burners" dan telah dikembangkan sehingga dapat mengurangi kangdungan Nox yang terlepas di uadara lebih dari separuh. Ada juga teknologi baru yang bekerja seperti "scubbers" yang membersihkan NOX dari flue gases (asap) dari boiler batu bara. Beberapa dari alat ini menggunakan bahan kimia khusus yang disebut katalis yang mengurai bagian NOx menjadi gas yang tidak berpolusi, walaupun alat ini lebih mahal dari "low-NOx burners," namun dapat menekan lebih dari 90% polusi Nox.
Pembentukan Batu Bara

Pada awalnya, batu bara merupakan tumbuh-tumbuhan pada zaman prasejarah, yang berakumulasi di rawa dan lahan gambut. Kemudian, karena adanya pergeseran pada kerak bumi (tektonik), rawa dan lahan gambut tersebut lalu terkubur hingga mencapai kedalaman ratusan meter. Selanjutnya, material tumbuh-tumbuhan yang terkubur tersebut mengalami proses fisika dan kimiawi, sebagai akibat adanya tekanan dan suhu yang tinggi. Proses perubahan tersebut, kemudian menghasilkan batu bara yang kita kenal sekarang ini.

Setiap batu bara yang dihasilkan, memiliki mutu (dilihat dari tingkat kelembaban, kandungan karbon, dan energi yang dihasilkan) yang berbeda-beda. Pengaruh suhu, tekanan, dan lama waktu pembentukan (disebut maturitas organik), menjadi faktor penting bagi mutu batu bara yang dihasilkan.

II.2 Jenis-Jenis Batu Bara
Seperti yang sudah dijelaskan pada bagian sebelumnya, mutu setiap batu bara akan ditentukan oleh faktor suhu, tekanan, serta lama waktu pembentukan. Kesemua faktor tersebut, kemudian dikenal dengan istilah maturitas organik. Semakin tinggi maturitas organiknya, maka semakin bagus mutu batu bara yang dihasilkan, begitu juga sebaliknya. Berdasarkan hal tersebut, maka kita dapat mengidentifikasikan batu bara menjadi 2 golongan, yaitu :
Batu bara dengan mutu rendah.
Batu bara pada golongan ini memiliki tingkat kelembaban yang tinggi, serta kandungan karbon dan energi yang rendah. Biasanya batu bara pada golongan ini memiliki tekstur yang lembut, mudah rapuh, serta berwarna suram seperti tanah. Jenis batu bara pada golongan ini diantaranya lignite (batu bara muda) dan sub-bitumen

Batu bara dengan mutu tinggi.
Batu bara pada golongan ini memiliki tingkat kelembaban yang rendah, serta kandungan karbon dan energi yang tinggi. Biasanya batu bara pada golongan ini memiliki tekstur yang keras, materi kuat, serta berwarna hitam cemerlang. Jenis batu bara pada golongan ini diantaranya bitumen dan antrasit.

II.3 Letak Batu Bara
Beberapa penelitian mengatakan, ada lebih dari 984 ton cadangan batu bara yang tersebar di seluruh dunia. Batu bara sendiri dapat ditemukan di lebih dari 70 negara, dengan cadangan terbesar di AS, Rusia, Cina, dan India.

Batu bara dapat ditemukan dengan melalui beberapa kegiatan. Kegiatan-kegiatan tersebut diantaranya membuat peta geologi, survei geokimia dan geofisika, yang pada akhirnya dilanjutkan dengan pengeboran ekplorasi. Akan tetapi, proses-proses tersebut tidak langsung menjadikan suatu daerah sebagai tempat penambangan batu bara. Faktor ketersediaan batu bara serta mutu yang didapat, menjadi penentu dalam membuat daerah penambangan.

II.4 Penambangan Batu Bara
Proses penambangan batu bara sangat ditentukan oleh unsur geologi endapan batu bara. pada umumnya, terdapat 2 proses penambangan batu bara, yaitu :
Tambang bawah tanah/dalam
Ada 2 metode penambangan bawah tanah, yaitu metode room-and-pillar dan tambang longwall.

Pada tambang room-and-pillar, endapan batu bara ditambang dengan memotong jaringan ‘ruang’ ke dalam lapisan batu bara dan membiarkan ‘pilar’ batu bara untuk menyangga atap tambang. Pada metode ini, penambangan batu bara juga dapat dilakukan dengan cara yang disebut retreat mining (penambangan mundur), dimana batu bara diambil dari pilar-pilar tersebut pada saat para penambang kembali ke atas. Atap tambang kemudian dibiarkan ambruk dan tambang tersebut ditinggalkan.

Tambang longwall mencakup penambangan batu bara secara penuh dari suatu bagian lapisan atau ‘muka’ dengan menggunakan gunting-gunting mekanis. Penambangan dengan metode ini, membutuhkan penelitian geologi yang mendukung serta perencanaan yang hati-hati, sebelum memulai penambangan. Setelah batu bara diambil dari daerah tersebut, atap tambang kemudian dibiarkan ambruk.

Keuntungan utama dari tambang room–and-pillar daripada tambang longwall adalah, tambang room-and-pillar dapat mulai memproduksi batu bara jauh lebih cepat, dengan menggunakan biaya penyediaan peralatan bergerak kurang dari 5 juta dolar (peralatan tambang longwall dapat mencapai 50 juta dolar).

Tambang terbuka/permukaan
Tambang terbuka—juga disebut tambang permukaan—hanya memiliki nilai ekonomis apabila lapisan batu bara berada dekat dengan permukaan tanah. Metode tambang terbuka juga memberikan keuntungan yang lebih besar dari tambang bawah tanah, karena seluruh lapisan batu bara dapat dieksploitasi (90% atau lebih dari batu bara dapat diambil). Tambang terbuka yang besar dapat meliputi daerah berkilo-kilo meter persegi dan menggunakan banyak alat yang besar, termasuk dragline (katrol penarik), yang memindahkan batuan permukaan, power shovel (sekop hidrolik), truk-truk besar yang mengangkut batuan permukaan dan batu bara, bucket wheel excavator (mobil penggali serok),dan ban berjalan.

Batuan permukaan yang terdiri dari tanah dan batuan dipisahkan pertama kali dengan bahan peledak. Batuan permukaan tersebut kemudian diangkut dengan menggunakan katrol penarik atau dengan sekop dan truk. Setelah lapisan batu bara terlihat, lapisan batu bara tersebut digali dan dipecahkan kemudian ditambang secara sistematis dalam bentuk jalur-jalur. Kemudian batu bara dimuat ke dalam truk besar atau ban berjalan untuk diangkut ke pabrik pengolahan batu bara atau langsung ke tempat dimana batu bara tersebut akan digunakan.

II.5 Pengolahan Batu Bara
Setelah dilakukan penambangan, batu bara kemudian diolah untuk memisahkannya dari kandungan yang tidak diinginkan, sehingga mendapatkan mutu yang baik dan konsisten. Biasanya pengolahan ini (disebut coal washing atau coal benefication) ditujukan pada batu bara yang diambil dari bawah tanah (ROM coal). Proses pengolahannya sendiri bisa berbagai macam, tergantung dari tingkat campuran dan tujuan penggunaan batu bara.

Untuk menghilangkan kandungan campuran, batu bara tertambang mentah dipecahkan dan kemudian dipisahkan ke dalam pecahan dalam berbagai ukuran. Pecahan-pecahan yang lebih besar biasanya diolah dengan menggunakan metode ‘pemisahan media padatan’. Dalam proses tersebut, batu bara dipisahkan dari kandungan campuran lainnya dengan diapungkan dalam suatu tangki berisi cairan dengan gravitasi tertentu, biasanya suatu bahan berbentuk mangnetit tanah halus. Setelah batu bara menjadi ringan, batu bara tersebut akan mengapung dan dapat dipisahkan, sementara batuan dan kandungan campuran lainnya yang lebih berat akan tenggelam dan dibuang sebagai limbah.

Pecahan yang lebih kecil diolah dengan melalui berbagai cara. Pertama adalah penggunaan mesin sentrifugal. Mesin sentrifugal adalah mesin yang memutar suatu wadah dengan sangat cepat, sehingga memisahkan benda padat dan benda cair yang berada di dalam wadah tersebut. Kedua, dengan menggunakan metode ‘pengapungan berbuih’. Dalam metode ini, partikel-partikel batu bara dipisahkan dalam buih yang dihasilkan oleh udara yang ditiupkan ke dalam rendaman air yang mengandung reagen kimia. Buih-buih tersebut akan menarik batu bara tapi tidak menarik limbah dan kemudian buih-buih tersebut dibuang untuk mendapatkan batu bara halus. Perkembangan teknolologi belakangan ini telah membantu meningkatkan perolehan materi batu bara yang sangat baik.

II.6 Pengangkutan Batu Bara
Metode pengangkutan batu bara dari tambang menuju tempat penggunaannya, ditentukan dari jarak yang harus ditempuh dalam penngangkutan tersebut. Untuk jarak dekat, batu bara umumnya diangkut dengan menggunakan ban berjalan atau truk. Untuk jarak yang lebih jauh di dalam pasar dalam negeri, batu bara diangkut dengan menggunakan kereta api atau tongkang. Pada beberapa kasus, batu bara tersebut diangkut melalui jaringan pipa (sebelumnya dicampur dengan air untuk membentuk bubur batu).

Kapal laut umumnya digunakan untuk pengakutan internasional dalam ukuran berkisar dari Handymax (40-60,000 DWT), Panamax (about 60-80,000 DWT) sampai kapal berukuran Capesize (sekitar lebih dari 80,000 DWT). Sekitar 700 juta ton batu bara diperdagangkan secara internasional pada tahun 2003 dan sekitar 90% dari jumlah tersebut diangkut melalui laut.

PERBANDINGAN METODE-METODE ESTIMASI DALAM PERHITUNGAN SUMBERDAYA DAN CADANGAN BATUBARA
Oleh : DYAN SETYO WAHYUDI 99/130733/TK/24619, Perpustakaan Geologi UGM

BATUBARA
Endapan batubara merupakan salah satu kekayaan alam yang berpengaruh
dalam perekonomian nasional. Oleh karena itu upaya untuk mengetahui kuantitas
endapan batubara itu hendaknya selalu diusahakan dengan tingkat kepastian yang
lebih tinggi, seiring dengan tahapan eksplorasinya. Semakin lanjut tahapan
eksplorasi, semakin besar pula tingkat keyakinan akan kuantitas dan kualitas
sumberdaya dan cadangan batubara. Berdasarkan tahapan eksplorasi, yang
menggambarkan pula tingkat keyakinan akan potensinya, dilakukan usaha
pengelompokan atau klasifikasi sumberdaya dan cadangan batubara.
Perhitungan sumberdaya bahan galian pada dasarnya dilakukan untuk
mengetahui jumlah tonase batuan/endapan mineral/bijih/logam atau volume
batuan/endapan serta sebarannya. Dalam perhitungan ini, variabel apa yang akan
dianalisis harus dikaji secara seksama, misalnya dalam suatu studi dalam 2
dimensi, untuk mengetahui tonase dari logam yang dikandung endapan mineral di
daerah yang diselidiki harus ditentukan terlebih dahulu apakah variabelnya kadar
atau akumulasi logam.Dalam perhitungan sumberdaya batubara, ada 2 hal utama
yang sangat penting untuk diperhatikan, yaitu konsep perluasan daerah (extension
area) dan konsep kesalahan estimasi (error of estimation). Guna memilih metode
mana yang tepat diterapkan dalam perhitungan sumberdaya di suatu daerah maka
diperlukan perbandingan dari berbagai macam metode yang ada.
Deskripsi Alternatif :

Endapan batubara merupakan salah satu kekayaan alam yang berpengaruh
dalam perekonomian nasional. Oleh karena itu upaya untuk mengetahui kuantitas
endapan batubara itu hendaknya selalu diusahakan dengan tingkat kepastian yang
lebih tinggi, seiring dengan tahapan eksplorasinya. Semakin lanjut tahapan
eksplorasi, semakin besar pula tingkat keyakinan akan kuantitas dan kualitas
sumberdaya dan cadangan batubara. Berdasarkan tahapan eksplorasi, yang
menggambarkan pula tingkat keyakinan akan potensinya, dilakukan usaha
pengelompokan atau klasifikasi sumberdaya dan cadangan batubara.
Perhitungan sumberdaya bahan galian pada dasarnya dilakukan untuk
mengetahui jumlah tonase batuan/endapan mineral/bijih/logam atau volume
batuan/endapan serta sebarannya. Dalam perhitungan ini, variabel apa yang akan
dianalisis harus dikaji secara seksama, misalnya dalam suatu studi dalam 2
dimensi, untuk mengetahui tonase dari logam yang dikandung endapan mineral di
daerah yang diselidiki harus ditentukan terlebih dahulu apakah variabelnya kadar
atau akumulasi logam.Dalam perhitungan sumberdaya batubara, ada 2 hal utama
yang sangat penting untuk diperhatikan, yaitu konsep perluasan daerah (extension
area) dan konsep kesalahan estimasi (error of estimation). Guna memilih metode
mana yang tepat diterapkan dalam perhitungan sumberdaya di suatu daerah maka
diperlukan perbandingan dari berbagai macam metode yang ada.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar